Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritik usai tidak menahan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan dan mantan Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto setelah dipanggil sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara, Rabu (24/5/2023). Keduanya dinilai bisa menyulitkan proses penyidikan.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan keduanya bisa memengaruhi saksi sampai menghilangkan barang bukti. KPK diminta berhati-hati.
"Dengan tidak ditahan itu kan potensi mempengaruhi saksi-saksi lain berpotensi menghilangkan barang bukti dan juga berpotensi melarikan diri," kata Boyamin saat dikonfirmasi pada Kamis (25/5/2023).
Boyamin mengatakan penahanan sejatinya dilakukan untuk mengantisipasi tersangka melakukan perbuatan yang menyulitkan penyidik menangani kasus. KPK dinilai telah salah langkah.
KPK diharap segera menahan kedua tersangka itu. Upaya paksa juga dinilai bisa mempercepat tahapan pengadilan kasus suap penanganan perkara di MA.
"Kalau ditahan kan cepat sidang dan lainnya. Karena berkaitan dengan masa penahanan harus cepat nanganinya sebagaimana UU pemberantasan korupsi Pasal 25 korupsi harus didahulukan dan diutamakan dari perkara lain," ucap Boyamin.
Di sisi lain, KPK telah memberikan penjelasan alasan tidak menahan Hasbi dan Dadan. Upaya paksa itu disebut bukan keharusan.
"Penahanan bukan suatu keharusan, penahanan merupakan upaya paksa jika penyidik dihadapkan pada kondisinya ada alasan takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan alat bukti, dan juga di khawatirkan akan mengulangi perbuatannya kembali," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangan tertulis, Rabu, 24 Mei 2023.
Menurut Ghufron, penahanan merupakan opsi pilihan atas pertimbangan penyidik. Upaya paksa itu tidak bisa dilakukan jika tersangka kooperatif.